MODE WACANA BAHASA KEKUASAAN
Journal Title: Jurnal Sosial Humaniora - Year 2009, Vol 2, Issue 1
Abstract
Manusia dilahirkan tidak terlepas dari kegiatan ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Hal ini mengisyaratkan bahwa manusia bukan saja sebagai makhluk sosial, ekonomi, dan budaya, akan tetapi juga termasuk makhluk politik. Dengan dasar bahwa manusia adalah makhluk politik yang ekuivalen makhluk dengan naluri berkuasa maka perilaku sosial-politiknya akan terpancar dalam bahasa dan perilaku berbahasanya. Manusia dalam berkegiatan dengan siapa pun, tentang apa pun, kapan pun, dan dengan saluran apa pun cenderung tidak bisa netral dari hasrat dan naluri untuk mempengaruhi, menguasai, mempertahankan, dan atau memperluas tindakan lainnya. Mode wacana menunjuk pada bagian yang diperankan oleh bahasa, hal yang diharapkan oleh para pelibat dari bahasa yang digunakan, mode retoriknya, apa yang diharapkan pelibat dari gaya bahasa yang digunakan, apakah gaya bahasa yang digunakan dapat digolongkan sebagai didaktik, membujuk, menjelaskan dan semacamnya. Bahasa kekuasaan yang merupakan keniscayaan atau naluri kemanusiaan tampaknya bergerak dalam lingkup derajat antara; berkisar antara. Manusia dalam berbahasa dengan naluri ”transaksi”, bahkan ”berduel” dapat dengan bebas bergerak antara yang sarkastis hingga yang eufemistis (substansinya tetap naluri menguasai, bertransaksi, bernegosiasi, dan duel) asalkan masih dalam standar deviasi tertentu, atau batas kenormalan dan kelaziman. Melebihi batas kenormalan berarti abnormal, tidak lazim, gila dan adu fisik. Bahasa dan kekuasaan adalah dwitunggal. Dalam komunikasi kebahasaan akan selalu ada nuansa-nuansa saling dominasi, kekuasaan, pengaruh, autoritas.Mode wacana yang menyertainya dapat bercorak retorik-persuasif, baik yang tampak rasional-persuasif maupun yang bercorak retorik emosional-persuasif, bahkan yang bercita rasa agresif-dogmatis. Kenyataan bahwa bahasa dengan mode retorik seperti itulah yang mengundang alternatif paradigma-teoritis sehingga kajian dan analisis bahasa dan wacana tidak sekedar dari paradigma empirisme-positivisme, tetapi juga dari paradigma fenomenologi, bahkan dengan paradigma discursive-practice.
Authors and Affiliations
Enie Hendrajati
IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KOTA SURABAYA
This research aim to know about interpretation and implementation low of Public Service in Surabaya. Beside that, to aim for complicated researchs about region law within public service in Surabaya and give in put to dec...
REDEFINING THE POTENTIAL ROLE OF CHARISMATIC LANGUAGE TEACHERS IN CREATING SUPPORTIVE ACADEMIC ATMOSPHERE THROUGH STUDENTS’ MOTIVATIONAL AROUSAL
Charismatic language teachers have considerable potentials to nurture motivations in their students. They have personal magnetism which frequently they exhibit through their characters, communication, and how they develo...
THE DUAL PURPOSE OF TEACHING LITERATURE: TO PROVIDE STIMULATING COURSE CONTENT AND TO DEVELOP STUDENTS’ COMMUNICATIVE ABILITIES.
It is the individual reader’s freedom to interpret a text according to his own outlook on the world that makes the study of literature such an exciting and liberating experience. This paper will look at some of the issue...
UANG DAN FUNGSINYA (Sebuah Telaah Historis dalam Islam)
Konsep uang dalam ekonomi Islam berbeda dengan ekonomi konvensional. Dalam ekonomi Islam, konsep uang sangat jelas dan tegas bahwa uang adalah uang, uang bukan capital. Sebaliknya, konsep uang yang dikemukakan dalam ekon...
THE INFLUENCE OF LANGUAGE COMPETENCE, WRITING COMPETENCE, AND CULTURAL COMPETENCE ON PRODUCING A SUCCESSFUL WRITING
Writing is a skill derived from a long way of learning and exercises. Different from other language skills, writing is considered the difficult language skill to acquire since it involves many aspects of linguistics, soc...